Mengintip Sejarah Penerbit Mizan
Mengintip Sejarah Penerbit Mizan
Haidar Bagir sebenarnya ogah kuliah di Institut Teknologi Bandung. Apalagi ia sudah diterima di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Namun, anak kedua dari delapan bersaudara ini memilih hijrah ke Kota Kembang karena mengikuti kakak dan famili dekatnya. “Tapi saya pilih jurusan teknik industri, yang paling tidak teknik,” ujar Haidar yang kini 56 tahun.
Saat kuliah itulah pria yang namanya berarti Singa ini melihat peluang bisnis dari tumbuhnya intelektual muslim kelas menengah. “Kelompok muslim kelas menengah ini nantinya akan membutuhkan bacaan,” kata Haidar. “Saya melihat potensi ini dan memutuskan membuat penerbitan buku-buku Islam.”
Pada 1983 itu, bersama beberapa kawannya, ia mendirikan Mizan. Nama penerbit itu berarti berimbang dan obyektif.
Arti nama itu kemudian dijadikan prinsip penerbitan Mizan, yang tak memilah buku berdasarkan latar belakang penulis, tapi lebih pada isi tulisannya. Tak heran mereka berani menerbitkan buku karangan penulis Syiah bahkan karya seorang pastor Katolik.
“Ada yang menyerang karena tak mengerti semangat kami,” kata doktor filsafat lulusan Universitas Indiana, Amerika Serikat, ini. “Tapi sebagian besar itu motifnya persaingan bisnis.”
Dari sekadar menerbitkan buku-buku Islam, Haidar merevolusi Mizan jadi menggarap buku populer. Maka lahirlah dari grup Mizan novel Laskar Pelangi yang angka penjualannya fantastis.
Sembilan tahun lalu, ia bikin gebrakan lagi. Mizan membuka sayap ke dunia perfilman, Mizan Cinema, yang menggarap film yang diadaptasi dari buku-buku Mizan. “Film itu punya pengaruh yang lebih besar karena khalayaknya jauh lebih luas daripada buku,” ujarnya.
Menurut orang dalam Mizan, pendapatan dari film berkali-kali lipat dari versi bukunya. “Jadi cukuplah buat membiayai proyek-proyek idealis Mizan,” ujarnya.
Haidar di mata orang-orang dekatnya di Mizan memang dikenal “tukang tancap gas”. Dia selalu membawa ide baru dan inovasi.
Diakui sumber bukunya itu, tak semua ide Haidar sehat buat Mizan. “Tapi kalau tidak ada Pak Haidar ya Mizan akan jalan di tempat.”
Sebagai pendiri, Haidar sendiri tak terlalu banyak mencampuri urusan teknis perusahaan. Setiap anak usaha ia serahkan kepada CEO masing-masing.
Ia memilih mengambil peran merancang strategi jangka panjang sembari menyuntikkan ide dan motivasi kepada bawahannya. “Sebenarnya saya ini perfeksionis dan merasa, kalau saya kerjakan sendiri, hasilnya lebih baik,” tuturnya. “Tapi saya tetap harus mendelegasikan wewenang demi terciptanya ide-ide kreatif.”
Share This
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Designed By Blogger Templates
Tidak ada komentar:
Posting Komentar